CAP GO MEH

asd
ilustrasi : https://borneochannel.com/festival-cap-go-meh/

Cap go meh adalah festival Tionghoa yang jatuh pada hari kelimabelas pada bulan pertama dalam penanggalan Tionghoa. Kata ‘cap go meh’ sendiri berasal dari Bahasa Hokien yang berarti hari ke-limabelas. Festival ini merupakan festival penutup dalam rangkaian perayaan Imlek yang ditandai dengan banyaknya acara dan hiburan.

Festival ini sudah dimulai sejak Dinasti Han dengan nama original yuánxiāo jié (元宵节). Pada perayaan ini, anak-anak akan pergi ke kuil dengan membawa lampion. Lampion tersebut menjadi symbol bagi orang-orang Tionghoa untuk melepaskan masa lalu dan menyatakan kesiapan menyambut tahun yang baru. Lampion umumnya berwarna merah untuk melambangkan keberuntungan.

Karena banyaknya lampion yang digunakan, festival ini juga dikenal dengan ‘festival lampion’. Selain itu, karena pada perayaan cap go meh banyak anak muda yang turun ke jalan, di wilayah Hong Kong, Taiwan, dan Asia Tenggara, cap go meh dikenal sebagai perayaan ‘Valentine’s Day’ versi Tionghoa dimana anak-anak muda memanfaatkan festival ini sebagai salah satu ajang untuk mencari pasangan

Lalu seperti apa legenda Cap Go Meh?

Festival Cap Go Meh memiliki banyak legenda dan mitos yang berusaha untuk menjelaskan asal-usul festival tersebut. Salah satu legenda yang terkenal tentang cap go meh adalah sebuah kisah tentang upaya warga yang ingin menghindari kemurkaan Kaisar Giok, penguasa langit.

Awal mula festival lampion ini dimulai dengan turunnya burung bangau yang sangat cantik dari langit ke bumi. Di bumi, burung tersebut diburu dan dibunuh oleh warga sekitar. Ternyata, aksi tersebut membuat murka Kaisar Giok, sang dewa langit, karena burung bangau tersebut adalah burung kesayangan sang kaisar. Kasiar Giok yang marah pun berencana untuk menghancurkan desa tersebut dengan hujan api pada hari ke-15 pada bulan pertama

Putri sang kaisar pun datang ke bumi untuk mengingatkan warga akan bahaya yang menanti mereka. Desa tersebut pun panik sebab tak satu pun dari mereka yang mengetahui cara untuk meloloskan diri dari murka kaisar.

Di tengah kepanikan tersebut, seorang pria bijak dari desa lain datang dan menawarkan sebuah solusi. Ia menyuruh agar tiap rumah memasang lampion merah, menyalakan api unggun di jalan-jalan, dan menyalakan kembang api pada hari ke-14,-15, dan ke-16. Seluruh kegiatan ini dilakukan untuk memberi kesan pada Kaisar Giok bahwa desa tersebut sudah terbakar, sehingga ia tak akan menyerang desa itu.

Warga pun mengikuti saran tersebut. Pada hari ke-15, ketika tentara langit yang turun ke bumi untuk mengecek desa tersebut melaporkan bahwa desa tersebut sudah hancur terbakar oleh api. Kaisar Giok pun memutuskan bahwa ia tak usah menyerang desa itu lagi sebab desa tersebut dianggap sudah hangus. Sejak hari itu, penduduk selalu merayakan hari ke-15 pada bulan pertama dengan lampion dan kembang api [SAP]

Leave a comment